Puisi-Puisi Amir Hamzah
PADAMU JUA
Habis kikis
Segala cintaku hilang terbang
Pulang kembali aku pada-Mu
Seperti dahulu
Kaulah kandil kemerlap
Pelita jendela di malam gelap
Melambai pulang perlahan
Sabar, setia selalu
Satu kekasihku
Aku manusia
Rindu rasa
Rindu rupa
Dimana engkau
Rupa tiada
Suara sayup
Hanya merangkai hati
Engkau cemburu
Engkau ganas
Mangsa aku dalam cakarmu
Bertukar dengan lepas
Nanar aku gila sasar
Sayang berulang padamu jua
Engkau pelik menarik ingin
Serupa dara dibalik tirai
Kasihmu sunyi
Menunggu seorang diri
Lalu waktu - bukan giliranku
Mati hati - bukan kawanku……….
Segala cintaku hilang terbang
Pulang kembali aku pada-Mu
Seperti dahulu
Kaulah kandil kemerlap
Pelita jendela di malam gelap
Melambai pulang perlahan
Sabar, setia selalu
Satu kekasihku
Aku manusia
Rindu rasa
Rindu rupa
Dimana engkau
Rupa tiada
Suara sayup
Hanya merangkai hati
Engkau cemburu
Engkau ganas
Mangsa aku dalam cakarmu
Bertukar dengan lepas
Nanar aku gila sasar
Sayang berulang padamu jua
Engkau pelik menarik ingin
Serupa dara dibalik tirai
Kasihmu sunyi
Menunggu seorang diri
Lalu waktu - bukan giliranku
Mati hati - bukan kawanku……….
Subuh
Kalau subuh kedengaran tabuh
Semua sepi sunyi sekali
Bulan seorang tertawa terang
Bintang mutiara bermain cahaya
Terjaga aku tersentak duduk
Terdengar irama panggilan jaya
Naik Gembira meremang roma
Terlihat panji terkibar dimuka
Seketika teralpa
Masuk bisik hembusan setan
Meredakan darah debur gemuruh
Menjatuhkan kelopak mata terbuka
Terbaring badanku tiada berkuasa
Tertutup mataku berat semata
Terbuka layar gelanggang angan
Terulik hatiku didalam kelam
Tetapi hatiku, hatiku kecil
Tiada terlayang di awang dendang
Menangis ia [...]
Semua sepi sunyi sekali
Bulan seorang tertawa terang
Bintang mutiara bermain cahaya
Terjaga aku tersentak duduk
Terdengar irama panggilan jaya
Naik Gembira meremang roma
Terlihat panji terkibar dimuka
Seketika teralpa
Masuk bisik hembusan setan
Meredakan darah debur gemuruh
Menjatuhkan kelopak mata terbuka
Terbaring badanku tiada berkuasa
Tertutup mataku berat semata
Terbuka layar gelanggang angan
Terulik hatiku didalam kelam
Tetapi hatiku, hatiku kecil
Tiada terlayang di awang dendang
Menangis ia [...]
Insyaf
Segala kupinta tiada kauberi
Segala kutanya tiada kau sahuti
Butalah aku terdiri sendiri
Penuntun tiada memimpin jari
Maju mundur tiada berdaya
Sempit bumi dunia raya
Runtuh ripuk astana cuaca
Kureka gembira di lapangan dada
Buta tuli bisu kelu
Tertahan aku dimuka dewala
Tertegun aku di jalan buntu
Tertebas putus sutera sempana
Besar benar salah arahku
Hampir tertahan tumpah berkahmu
Hampir tertutup pintu restu
Gapura rahsia jalan bertemu
Insyaf diriku dera durhaka
Gugur [...]
Segala kutanya tiada kau sahuti
Butalah aku terdiri sendiri
Penuntun tiada memimpin jari
Maju mundur tiada berdaya
Sempit bumi dunia raya
Runtuh ripuk astana cuaca
Kureka gembira di lapangan dada
Buta tuli bisu kelu
Tertahan aku dimuka dewala
Tertegun aku di jalan buntu
Tertebas putus sutera sempana
Besar benar salah arahku
Hampir tertahan tumpah berkahmu
Hampir tertutup pintu restu
Gapura rahsia jalan bertemu
Insyaf diriku dera durhaka
Gugur [...]
Ibuku Dehulu
Ibuku dehulu marah padaku
Diam ia tiada berkata
Akupun lalu merajuk pilu
Tiada perduli apa terjadi
Matanya terus mengawas daku
Walaupun bibirnya tiada bergerak
Mukanya masam menahan sedan
Hatinya pedih karena lakuku
Terus aku berkesal hati
Menurutkan setan mengacau balau
Jurang celaka terpandang dimuka
Kusongsong juga-biar cedera
Bangkit ibu dipegangnya aku
Dirangkumnya segera dikucupnya serta
Dahiku berapi pancaran neraka
Sejak sentosa turun ke kalbu
Demikian engkau:
Ibu, bapa, kekasih [...]
Diam ia tiada berkata
Akupun lalu merajuk pilu
Tiada perduli apa terjadi
Matanya terus mengawas daku
Walaupun bibirnya tiada bergerak
Mukanya masam menahan sedan
Hatinya pedih karena lakuku
Terus aku berkesal hati
Menurutkan setan mengacau balau
Jurang celaka terpandang dimuka
Kusongsong juga-biar cedera
Bangkit ibu dipegangnya aku
Dirangkumnya segera dikucupnya serta
Dahiku berapi pancaran neraka
Sejak sentosa turun ke kalbu
Demikian engkau:
Ibu, bapa, kekasih [...]
Barangkali
Engkau yang lena dalam hatiku
Akasa swarga nipis-tipis
Yang besar terangkum dunia
kecil terlindung alis
Kujunjung di atas hulu
Kupuji di pucuk lidah
Kupangku di lengan lagu
Kudaduhkan di selendang dendang
Bangkit Gunung
Buka mata-mutira-mu
Sentuh kecapi lirdusi
Dengan jarimu menirus halus
Biar siuman dewi-nyanyi
Gambuh asmara lurus lampai
Lemah ramping melidah api
Halus harum mengasap keramat
Mari menari dara asmara
Biar terdengar swara swarna
Barangkali mati di pantai hati
Gelombang kenang membanting diri
Akasa swarga nipis-tipis
Yang besar terangkum dunia
kecil terlindung alis
Kujunjung di atas hulu
Kupuji di pucuk lidah
Kupangku di lengan lagu
Kudaduhkan di selendang dendang
Bangkit Gunung
Buka mata-mutira-mu
Sentuh kecapi lirdusi
Dengan jarimu menirus halus
Biar siuman dewi-nyanyi
Gambuh asmara lurus lampai
Lemah ramping melidah api
Halus harum mengasap keramat
Mari menari dara asmara
Biar terdengar swara swarna
Barangkali mati di pantai hati
Gelombang kenang membanting diri
Hanya Satu
Timbul niat dalam kalbumu
Terban hujan, ungkai badai
Terendam karam
Runtuh ripuk tamanmu rampak
Manusia kecil lintang pukang
Lari terbang jatuh duduk
Air naik tetap terus
Tumbang bungkar pokok purba
Teriak riuh redam terbelam
Dalam gegap gempita guruh
Kilau kilat membelah gelap
Lidah api menjulang tinggi
Terapung naik jung bertudung
Tempat berteduh nuh kekasihmu
Bebas lepas lelang lapang
Di tengah gelisah, swara sentosa
***
Bersemayam sempana di jemala gembala
Duriat jelita bapakku Ibrahim
Keturunan intan dua cahaya
Pancaran putera berlainan bunda .
Kini kami bertikai pangkai
Di antara dua, mana mutiara
Jauhari ahli lalai menilai
Lengah langsung melewat abad.
Aduh kekasihku
Padaku semua tiada berguna
Merasa dikau dekat rapat
Serupa Musi di puncak Tursina
Terban hujan, ungkai badai
Terendam karam
Runtuh ripuk tamanmu rampak
Manusia kecil lintang pukang
Lari terbang jatuh duduk
Air naik tetap terus
Tumbang bungkar pokok purba
Teriak riuh redam terbelam
Dalam gegap gempita guruh
Kilau kilat membelah gelap
Lidah api menjulang tinggi
Terapung naik jung bertudung
Tempat berteduh nuh kekasihmu
Bebas lepas lelang lapang
Di tengah gelisah, swara sentosa
***
Bersemayam sempana di jemala gembala
Duriat jelita bapakku Ibrahim
Keturunan intan dua cahaya
Pancaran putera berlainan bunda .
Kini kami bertikai pangkai
Di antara dua, mana mutiara
Jauhari ahli lalai menilai
Lengah langsung melewat abad.
Aduh kekasihku
Padaku semua tiada berguna
Merasa dikau dekat rapat
Serupa Musi di puncak Tursina
Permainanmu
Kaukeraskan kalbunya
Bagai batu membesi benar
Timbul telangkaimu bertongkat urat
Ditunjang pengacara petah pasih
Dihadapanmu lawanmu
Tongkatnya melingkar merupa ular
Tangannya putih, putih penyakit
Kekayaanmu nyata,terlihat terang
Kekasihmu ditindasnya terns
Tangan,tapi tersembunyi
Mengunci bagi paten
Kalbu ratu rat rapat
Kaupukul raja-dewa
Sembilan cambuk melecut dada
Putera-mula peganti diri
Pergi kembaii ke asal asli
Bertanya aku kekasihku
Permainan engkau permainkan
Kautulis kaupaparkan
Kausampaikan dengan lisan
Bagaimana aku menimbang
Kaulipu lipatkan
Kaukelam kabutkan
Kalbu ratu dalam genggammu
Kauhamparkan badan
Ditubir bibir pantai permai
Raja ramses penaka durjana
Jadi tanda di hari muka
Bagaimana aku menimbang
Kekasihku astana sayang
Ratu restu telaga sempurna
Kekasihku mengunci hati
Bagi tali disimpul mati.
Bagai batu membesi benar
Timbul telangkaimu bertongkat urat
Ditunjang pengacara petah pasih
Dihadapanmu lawanmu
Tongkatnya melingkar merupa ular
Tangannya putih, putih penyakit
Kekayaanmu nyata,terlihat terang
Kekasihmu ditindasnya terns
Tangan,tapi tersembunyi
Mengunci bagi paten
Kalbu ratu rat rapat
Kaupukul raja-dewa
Sembilan cambuk melecut dada
Putera-mula peganti diri
Pergi kembaii ke asal asli
Bertanya aku kekasihku
Permainan engkau permainkan
Kautulis kaupaparkan
Kausampaikan dengan lisan
Bagaimana aku menimbang
Kaulipu lipatkan
Kaukelam kabutkan
Kalbu ratu dalam genggammu
Kauhamparkan badan
Ditubir bibir pantai permai
Raja ramses penaka durjana
Jadi tanda di hari muka
Bagaimana aku menimbang
Kekasihku astana sayang
Ratu restu telaga sempurna
Kekasihku mengunci hati
Bagi tali disimpul mati.
Turun Kembali
Kalau aku dalam engkau
Dan engkau dalam aku
Adakah begini jadinya
Aku hamba engkau penghulu?
Aku dan engkau berlainan
Engkau raja, maha raya
Cahaya halus tinggi mengawang
Pohon rindang menaung dunia
Di bawah teduh engkau kembangkan
Aku berhenti memati hari
Pada bayang engkau mainkan
Aku melipur meriang hati
Diterangi cahaya engkau sinarkan
Aku menaiki tangga mengawan
Kecapi firdusi melena telinga
Menyentuh gambuh dalam hatiku
Terlihat ke bawah.
Kandil kemerlap
Melambai cempaka ramai tertawa
Hati duniawi melambung tinggi
Berpaling aku turun kembali.
Dan engkau dalam aku
Adakah begini jadinya
Aku hamba engkau penghulu?
Aku dan engkau berlainan
Engkau raja, maha raya
Cahaya halus tinggi mengawang
Pohon rindang menaung dunia
Di bawah teduh engkau kembangkan
Aku berhenti memati hari
Pada bayang engkau mainkan
Aku melipur meriang hati
Diterangi cahaya engkau sinarkan
Aku menaiki tangga mengawan
Kecapi firdusi melena telinga
Menyentuh gambuh dalam hatiku
Terlihat ke bawah.
Kandil kemerlap
Melambai cempaka ramai tertawa
Hati duniawi melambung tinggi
Berpaling aku turun kembali.
Karena Kasihmu
Karena kasihmu
Engkau tentukan waktu
Sehari lima kali kita bertemu
Aku anginkan rupamu
Kulebihi sekali
Sebelum cuaca menali sutera
Berulang-ulang kuintai-intai
Terus-menerus kurasa-rasakan
Sampai sekarang tiada tercapai
Hasrat sukma idaman badan
Pujiku dikau laguan kawi
Datang turun dari datuku
Diujung lidah engkau letakkan
Piatu teruna ditengah gembala
Sunyi sepi pitunang poyang
Tadak meretak dendang dambaku
Layang lagu tiada melangsing
Haram gemerencing genta rebana
Hatiku, hatiku
Hatiku sayang tiada bahagia
Hatiku kecil berduka raya
Hilang ia yang dilihatnya.
Engkau tentukan waktu
Sehari lima kali kita bertemu
Aku anginkan rupamu
Kulebihi sekali
Sebelum cuaca menali sutera
Berulang-ulang kuintai-intai
Terus-menerus kurasa-rasakan
Sampai sekarang tiada tercapai
Hasrat sukma idaman badan
Pujiku dikau laguan kawi
Datang turun dari datuku
Diujung lidah engkau letakkan
Piatu teruna ditengah gembala
Sunyi sepi pitunang poyang
Tadak meretak dendang dambaku
Layang lagu tiada melangsing
Haram gemerencing genta rebana
Hatiku, hatiku
Hatiku sayang tiada bahagia
Hatiku kecil berduka raya
Hilang ia yang dilihatnya.
Sebab Dikau
Kasihkan hidup sebab dikau
Segala kuntum mengoyak kepak
Membunga cinta dalam hatiku
Mewangi sari dalam jantungku
Hidup seperti mimpi
Laku lakon di layar terkelar
Aku pemimpi lagi penari
Sedar siuman bertukar-tukar
Maka merupa di datar layar
Wayang warna menayang rasa
Kalbu rindu turut mengikut
Dua sukma esa-mesra
Aku boneka engkau boneka
Penghibur dalang mengatur tembang
Di layar kembang bertukar pandang
Hanya selagu, sepanjang dendang
Golek gemilang ditukarnya pula
Aku engkau di kotak terletak
Aku boneka engkau boneka
Penyelang dalang mengarak sajak.
Segala kuntum mengoyak kepak
Membunga cinta dalam hatiku
Mewangi sari dalam jantungku
Hidup seperti mimpi
Laku lakon di layar terkelar
Aku pemimpi lagi penari
Sedar siuman bertukar-tukar
Maka merupa di datar layar
Wayang warna menayang rasa
Kalbu rindu turut mengikut
Dua sukma esa-mesra
Aku boneka engkau boneka
Penghibur dalang mengatur tembang
Di layar kembang bertukar pandang
Hanya selagu, sepanjang dendang
Golek gemilang ditukarnya pula
Aku engkau di kotak terletak
Aku boneka engkau boneka
Penyelang dalang mengarak sajak.
Doa
Dengan apakah kubandingkan pertemuan kita, kekasihku?
Dengan senja samar sepoi, pada masa purnama meningkat naik,
setelah menghalaukan panas payah terik
Angin malam menghembus lemah, menyejuk badan, melambung
rasa menanyang pikir, membawa angan ke bawah kursimu.
Hatiku terang menerima katamu, bagai bintang memasang lilinnya.
Kalbuku terbuka menunggu kasihmu, bagai sedap-malam menyirak kelopak
Aduh, kekasihku, isi hatiku dengan katamu, penuhi dadaku dengan cahayamu, biar bersinar mataku sendu, biar berbinar gelakku rayu
Dengan senja samar sepoi, pada masa purnama meningkat naik,
setelah menghalaukan panas payah terik
Angin malam menghembus lemah, menyejuk badan, melambung
rasa menanyang pikir, membawa angan ke bawah kursimu.
Hatiku terang menerima katamu, bagai bintang memasang lilinnya.
Kalbuku terbuka menunggu kasihmu, bagai sedap-malam menyirak kelopak
Aduh, kekasihku, isi hatiku dengan katamu, penuhi dadaku dengan cahayamu, biar bersinar mataku sendu, biar berbinar gelakku rayu
Hanyut Aku
Hanyut aku, kekasihku!
Hanyut aku
Ulurkan tanganmu, tolong aku.
Sunyinya sekelilingku!
Tiada suara kasihan, tiada angin mendingin
tiada air menolak ngelak
Dahagaku kasihmu, hauskan bisikmu, mati aku sebabkan diammu.
Langit menyerkap, air berrepas tangan, aku tenggelam. Tenggelam dalam malam.
air diatas mendidih keras.
Bumi didawah menolak keatas.
Mati aku, kekasihku, mati aku!
Hanyut aku
Ulurkan tanganmu, tolong aku.
Sunyinya sekelilingku!
Tiada suara kasihan, tiada angin mendingin
tiada air menolak ngelak
Dahagaku kasihmu, hauskan bisikmu, mati aku sebabkan diammu.
Langit menyerkap, air berrepas tangan, aku tenggelam. Tenggelam dalam malam.
air diatas mendidih keras.
Bumi didawah menolak keatas.
Mati aku, kekasihku, mati aku!
Taman Dunia
Kau masukkan aku ke dalam taman-dunia, kekasihku
Kaupimpin jariku, kautunjukkan bunga tertawa; kuntum tersenyum.
Kautundukkan haluku tegak, mencium wangi tersembunyi sepi.
Kaugemelaikan di pipiku rindu daun beldu melunak lemah.
Tercengang aku, takjub, terdiam.
Berbisik engkau:
Taman swarga, taman swarga mutiara rupa”.
Engkaupun lenyap.
Termangu aku gilakan rupa
Kaupimpin jariku, kautunjukkan bunga tertawa; kuntum tersenyum.
Kautundukkan haluku tegak, mencium wangi tersembunyi sepi.
Kaugemelaikan di pipiku rindu daun beldu melunak lemah.
Tercengang aku, takjub, terdiam.
Berbisik engkau:
Taman swarga, taman swarga mutiara rupa”.
Engkaupun lenyap.
Termangu aku gilakan rupa
Terbuka Bunga
Terbuka bunga dalam hati!
Kembang rindang disentuh bibir-kesturi-mu.
Melayah-layah mengintip restu senyumanmu
Dengan mengelopaknya bunga ini, layulah bunga lampau, kekasihku.
Bunga sunting-hati-ku, dalam masa mengembara menanda dakau.
Kekasihku! inikah bunga sejati yang tiadakan layu
Kembang rindang disentuh bibir-kesturi-mu.
Melayah-layah mengintip restu senyumanmu
Dengan mengelopaknya bunga ini, layulah bunga lampau, kekasihku.
Bunga sunting-hati-ku, dalam masa mengembara menanda dakau.
Kekasihku! inikah bunga sejati yang tiadakan layu
Mengawan
Rengang aku dari padaku, mengikut kawalku mengawan naik
Mewajah ke bawah, tertentang aku, lemah lunak, kotor, terhantar, paduan benda empat perkara.
Datang pikiran membentang kenang, membunga cahaya cuaca lampau, menjadi terang mengilau kaca.
Lewat lambat aku dan dia, ria tertawa, bersedih suka, berkasih pedih, bagi merpati bersambut mulut.
Tersenyum sukma, kasihan serta.
Benda mencintai benda………………….
Naik aku mengawan rahman, mengikut kawalku membawa warta.
Kuat, sayapku kuat, bawakan aku, biar sampai membidai-belai cecah tersentuh, di kursi kesturi
Mewajah ke bawah, tertentang aku, lemah lunak, kotor, terhantar, paduan benda empat perkara.
Datang pikiran membentang kenang, membunga cahaya cuaca lampau, menjadi terang mengilau kaca.
Lewat lambat aku dan dia, ria tertawa, bersedih suka, berkasih pedih, bagi merpati bersambut mulut.
Tersenyum sukma, kasihan serta.
Benda mencintai benda………………….
Naik aku mengawan rahman, mengikut kawalku membawa warta.
Kuat, sayapku kuat, bawakan aku, biar sampai membidai-belai cecah tersentuh, di kursi kesturi
Panji di Hadapanku
Kau kibarkan panji di hadapanku.
Hijau jernih diampu tongkat mutu-mutiara.
Di kananku berjalan, mengiring perlahan, ridlamu rata, dua sebaya, putih-putih, penuh melimpah, kasih persih.
Gelap-gelap kami berempat, menunggu-nunggu, mendengar-dengar suara sayang, panggilan-panjang, jauh-teratuh, melayang-layang.
Gelap-gelap kami berempat, meminta-minta, memohon-motion, moga terbuka selimut kabut, pembungkus halus nokta utama.
Jika nokta terduka-raya
Jika kabut tersingkap semua
Cahaya ridla mengilau ke dalam
Nur rindu memancar keluar
Hijau jernih diampu tongkat mutu-mutiara.
Di kananku berjalan, mengiring perlahan, ridlamu rata, dua sebaya, putih-putih, penuh melimpah, kasih persih.
Gelap-gelap kami berempat, menunggu-nunggu, mendengar-dengar suara sayang, panggilan-panjang, jauh-teratuh, melayang-layang.
Gelap-gelap kami berempat, meminta-minta, memohon-motion, moga terbuka selimut kabut, pembungkus halus nokta utama.
Jika nokta terduka-raya
Jika kabut tersingkap semua
Cahaya ridla mengilau ke dalam
Nur rindu memancar keluar
Memuji Dikau
Kalau aku memuji dikau, dengan mulut tertutup, mata terkatup,
Sujudlah segalaku, diam terbelam, di dalam kalam asmara raya.
Turun kekasihmu, mendapatkan daku duduk bersepi, sunyi sendiri.
Dikucupnya bibirku, dipautnya bahuku, digantunginya leherku, hasratkan suara sayang semata.
Selagi hati bernyanyi, sepanjang sujud semua segala,
bertindih ia pada pahaku, meminum ia akan suaraku……………………
Dan,
Iapun melayang pulang,
Semata cahaya,
Lidah api dilingkung kaca,
Menuju restu, sempana sentosa.
Sujudlah segalaku, diam terbelam, di dalam kalam asmara raya.
Turun kekasihmu, mendapatkan daku duduk bersepi, sunyi sendiri.
Dikucupnya bibirku, dipautnya bahuku, digantunginya leherku, hasratkan suara sayang semata.
Selagi hati bernyanyi, sepanjang sujud semua segala,
bertindih ia pada pahaku, meminum ia akan suaraku……………………
Dan,
Iapun melayang pulang,
Semata cahaya,
Lidah api dilingkung kaca,
Menuju restu, sempana sentosa.
Kurnia
Kaukurnia aku,
Kelereng kaca cerah cuaca,
Hikmat raya tersembunyi dalamnya,
Jua bahaya dikandung kurnia,
Jampi kauberi, menundukkan kepala naga angkara.
Kelereng kaca kilauan kasih, menunjukkan daku itu lisan tanganmu.
Memaksa sukmaku bersorak raya, melapangkan dada¬ku menanti sentosa.
Sebab kelereng guli riwarni, kuketahui langit tinggi
berdiri, tanah rendah membukit datar.
Kutilik diriku, dua sifat mesra satu:
Melangit tinggi, membumi keji
Kelereng kaca cerah cuaca,
Hikmat raya tersembunyi dalamnya,
Jua bahaya dikandung kurnia,
Jampi kauberi, menundukkan kepala naga angkara.
Kelereng kaca kilauan kasih, menunjukkan daku itu lisan tanganmu.
Memaksa sukmaku bersorak raya, melapangkan dada¬ku menanti sentosa.
Sebab kelereng guli riwarni, kuketahui langit tinggi
berdiri, tanah rendah membukit datar.
Kutilik diriku, dua sifat mesra satu:
Melangit tinggi, membumi keji
Doa Poyangku
Poyangku rata meminta sama
Semoga sekali aku diberi
Memetik kecapi, kecapi firdusi
Menampar rebana, rebana swarga
Poyangku rata semua semata
Penabuh bunyian turun-temurun
Leka mereka karena suara
Suara sunyi suling keramat
Kini rebana di celah jariku
Tari tamparku membangkit rindu
Kucoba serentak genta genderang
Memuji kekasihku di mercu lagu
Aduh, kasih hatiku sayang
Alahai hatiku tiada bahagia
Jari menari doa semata
Tapi hatiku bercabang dua
Semoga sekali aku diberi
Memetik kecapi, kecapi firdusi
Menampar rebana, rebana swarga
Poyangku rata semua semata
Penabuh bunyian turun-temurun
Leka mereka karena suara
Suara sunyi suling keramat
Kini rebana di celah jariku
Tari tamparku membangkit rindu
Kucoba serentak genta genderang
Memuji kekasihku di mercu lagu
Aduh, kasih hatiku sayang
Alahai hatiku tiada bahagia
Jari menari doa semata
Tapi hatiku bercabang dua
Turun Kembali
Kalau aku dalam engkau
Dan engkau dalam aku
Adakah begini jadinya
Aku hamba engkau penghulu?
Aku dan engkau berlainan
Engkau raja, maha raya
Cahaya halus tinggi mengawang
Pohon rindang menaung dunia
Di bawah teduh engkau kembangkan
Aku berhenti memati hari
Pada bayang engkau mainkan
Aku melipur meriang hati
Diterangi cahaya engkau sinarkan
Aku menaiki tangga mengawan
Kecapi firdusi melena telinga
Menyentuh gambuh dalam hatiku.
Terlihat ke bawah,
Kandil kemerlap
Melambai cempaka ramai tertawa
Hati duniawi melambung tinggi
Berpaling aku turun kembali
Dan engkau dalam aku
Adakah begini jadinya
Aku hamba engkau penghulu?
Aku dan engkau berlainan
Engkau raja, maha raya
Cahaya halus tinggi mengawang
Pohon rindang menaung dunia
Di bawah teduh engkau kembangkan
Aku berhenti memati hari
Pada bayang engkau mainkan
Aku melipur meriang hati
Diterangi cahaya engkau sinarkan
Aku menaiki tangga mengawan
Kecapi firdusi melena telinga
Menyentuh gambuh dalam hatiku.
Terlihat ke bawah,
Kandil kemerlap
Melambai cempaka ramai tertawa
Hati duniawi melambung tinggi
Berpaling aku turun kembali
Batu Belah (kabaran)
Dalam rimba rumah sebelah
Teratak bambu terlampau tua
Angin menyusup di lubang tepas
Bergulung naik di sudut sunyi
Kayu tua membetul tinggi
Membukak puncak jauh diatas
Bagai perarakan melintas negeri
Payung menaung jamala raja
Ibu papa beranak seorang
Manja bena terada-ada
Lagu lagak tiada disangkak
Mana tempat ibu meminta.
Telur kemahang minta carikan
Untuk lauk di nasi sejuk
Tiada sayang;
Dalam rimba telur kemahang
Mana daya ibu mencari
Mana tempat ibu meminta
Anak lasak mengisak panjang
Menyabak merunta mengguling diri
Kasihan ibu berhancur hati
Lemah jiwa karena cinta
Dengar…………….dengar!
Dari jauh suara sayup
Mengalun sampai memecah sepi
Menyata rupa mengasing kata
Rang………rang…………rangkup
Rang………rang…………rangkup
Batu belah batu bertangkup
Ngeri berbunyi berganda kali
Diam ibu berpikir panjang
Lupa anak menangis hampir
Kalau begini susahnya hidup
Biar ditelan batu bertangkup
Kembali pula suara bergelora
Bagai ombak datang menampar
Macam sorak semarai rampai
Karena ada hati berbimbang
Menyabut ibu sambil tersedu
Meragu langsing suara susah:
Batu belah batu dertangkup
Batu tepian tempat mandi
Insya Allah tiadaku takut
Sudan demikian kuperbuat janji
Bangkit bonda bedalan pelan
Tangis anak bertambah kuat
Rasa risau dermaharajalela
Mengangkat kaki melangkah cepat
Jauh ibu lenyap di mata
Timbul takut di hati kecil
Gelombang bimbang mengharu pikir
Berkata jiwa menanya bonda
Lekas pantas memburu ibu
Sambil tersedu rindu berseru
Dari sisi suara sampai
Suara raya batu bertangkup.
Lompat ibu ke mulut batu
Besar terbuka menunggu mangsa
Tutup terkatup mulut ternganga
Berderak-derik tulang-belulang
Terbuka pula,merah basah
Mulut maut menunggu mangsa
Lapar lebar tercingah pangah
Meraung riang mengecap sedap………….
Tiba dara kecil sendu
Menangis pedih mencari ibu
Terlihat cerah darak merah
Mengerti hati bonda tiada
Melompat dara kecil sendu
Menurut hati menaruh rindu……….
Batu belah, batu bertangkup
Batu tepian tempat mandi
Insya Allah tiadaku takut
Sudan demikian kuperbuat janji.
Teratak bambu terlampau tua
Angin menyusup di lubang tepas
Bergulung naik di sudut sunyi
Kayu tua membetul tinggi
Membukak puncak jauh diatas
Bagai perarakan melintas negeri
Payung menaung jamala raja
Ibu papa beranak seorang
Manja bena terada-ada
Lagu lagak tiada disangkak
Mana tempat ibu meminta.
Telur kemahang minta carikan
Untuk lauk di nasi sejuk
Tiada sayang;
Dalam rimba telur kemahang
Mana daya ibu mencari
Mana tempat ibu meminta
Anak lasak mengisak panjang
Menyabak merunta mengguling diri
Kasihan ibu berhancur hati
Lemah jiwa karena cinta
Dengar…………….dengar!
Dari jauh suara sayup
Mengalun sampai memecah sepi
Menyata rupa mengasing kata
Rang………rang…………rangkup
Rang………rang…………rangkup
Batu belah batu bertangkup
Ngeri berbunyi berganda kali
Diam ibu berpikir panjang
Lupa anak menangis hampir
Kalau begini susahnya hidup
Biar ditelan batu bertangkup
Kembali pula suara bergelora
Bagai ombak datang menampar
Macam sorak semarai rampai
Karena ada hati berbimbang
Menyabut ibu sambil tersedu
Meragu langsing suara susah:
Batu belah batu dertangkup
Batu tepian tempat mandi
Insya Allah tiadaku takut
Sudan demikian kuperbuat janji
Bangkit bonda bedalan pelan
Tangis anak bertambah kuat
Rasa risau dermaharajalela
Mengangkat kaki melangkah cepat
Jauh ibu lenyap di mata
Timbul takut di hati kecil
Gelombang bimbang mengharu pikir
Berkata jiwa menanya bonda
Lekas pantas memburu ibu
Sambil tersedu rindu berseru
Dari sisi suara sampai
Suara raya batu bertangkup.
Lompat ibu ke mulut batu
Besar terbuka menunggu mangsa
Tutup terkatup mulut ternganga
Berderak-derik tulang-belulang
Terbuka pula,merah basah
Mulut maut menunggu mangsa
Lapar lebar tercingah pangah
Meraung riang mengecap sedap………….
Tiba dara kecil sendu
Menangis pedih mencari ibu
Terlihat cerah darak merah
Mengerti hati bonda tiada
Melompat dara kecil sendu
Menurut hati menaruh rindu……….
Batu belah, batu bertangkup
Batu tepian tempat mandi
Insya Allah tiadaku takut
Sudan demikian kuperbuat janji.
Di dalam Kelam
Kembali lagi marak-sumarak
Jilat melonjak api penyuci
Datam hatiku tumbuh jahanam
Terbuka neraka di lapangan swarga
Api melambai merengkung lurus
Merunta ria melidah belah
Menghangus debu mengitam belam
Buah tenaga bunga suwarga
Hati firdusi segera sentosa
Murtad merentak melaut topan
Naik kabut mengarang awan
Menghalang cuaca nokta utama
Berjalan aku di dalam kelam
Terus lurus moal berhenti
jantung dilebur dalam jahanam
Kerongkong hangus kering peteri
Meminta aku kekasihku sayang:
Turunkan hujan embun rahmatmu
Biar padam api membelam
Semoga pulih pokok percayaku
Jilat melonjak api penyuci
Datam hatiku tumbuh jahanam
Terbuka neraka di lapangan swarga
Api melambai merengkung lurus
Merunta ria melidah belah
Menghangus debu mengitam belam
Buah tenaga bunga suwarga
Hati firdusi segera sentosa
Murtad merentak melaut topan
Naik kabut mengarang awan
Menghalang cuaca nokta utama
Berjalan aku di dalam kelam
Terus lurus moal berhenti
jantung dilebur dalam jahanam
Kerongkong hangus kering peteri
Meminta aku kekasihku sayang:
Turunkan hujan embun rahmatmu
Biar padam api membelam
Semoga pulih pokok percayaku
Ibuku Dahulu
Ibuku Dahulu
Ibuku dahulu marah padaku
Diam ia tiada berkata
Akupun lalu merajuk pilu
Tiada perduli apa terjadi
Matanya terus mengawas daku
Walaupun bibirnya tiada bergera
Mukanya masam menahan sedan
Ibuku dahulu marah padaku
Diam ia tiada berkata
Akupun lalu merajuk pilu
Tiada perduli apa terjadi
Matanya terus mengawas daku
Walaupun bibirnya tiada bergera
Mukanya masam menahan sedan
Berdiri aku
Berdiri aku di senja senyap
camar melayang menepis buih
melayah bakau mengurai puncak
berjulang dating ubur terkembang
Angin pulang menyejuk bumi
menepuk teluk menghempas emas
lari ke gunung memuncak sunyi
berayun-alun di atas alas
Amir Hamzah |
5 komentar:
pujangga dari tanjung pura
baik...
izin copas ya :)
izin copas :)
Benar
Posting Komentar